Navigation


RSS : Articles / Comments


Piye toh : Ponari Sweat

12:16:00 PM, Posted by tips trik aku, One Comment


Ponari si anak kecil, yang di tengah guyuran hujan mendapatkan sebuah batu item. Batu ditendang, balik lagi. Tendang lagi, balik lagi. Lagi, dan begitu seterusnya, hingga Ponari kecil memutuskan untuk memungut dan menyimpan batu tersebut. Ketika kemudian diketahui air celupan dari batu tersebut dapat menyembuhkan penyakit, maka secara gethok tular dari mulut ke mulut terkondanglah Ponari sebagai tabib cilik. Ponari kecil dalam gendongan ibunya, hanya memainkan tombol demi tombol mainan hp barunya. Sedangkan tangan satunya dimasukkan ke dalam botol air seger waras yang ternyata dipercaya dapat menyembuhkan penyakit. Maka tak heran orang mengantri dari 10.000, 20.000, bahkan konon mencapai 40.000. sebuah bukti rapuhnya kepercayaan masyarakat kepada dokter.
Apakah ini perilaku syirik? Apakah batu hitam tersebut ataupun Ponari bersalah? Jika kita pergi ke dokter, kemudian kita diberikan obat, dan kita percaya bahwa obat tersebut akan menyembahkan, bisa disebut juga sebagai syirik? Adakah bedanya batu hitam dan obat dalam hal ini? Sesungguhnya tidak ada yang salah dalam peristiwa itu. Yang salah sebenarnya adalah filosofi dan cara berpikir kita. Batu ya hanya batu, dan obatpun juga hanya obat. Mereka adalah sarana, sedangkan kesembuhan datangnya dari izin Allah.

Dikisahkan Nabi Musa pada suatu ketika sedang memimpin pasukan pelarian ummatnya. Tiba-tiba saja tanpa diduga perutnya mendadak melilit kesakitan. Dia bertanya kepada Allah, kenapa hal ini terjadi? Maka dimohonnya Allah untuk menyembuhkannya. Akhirnya Allah memerintahkan Musa untuk berlari ke atas bukit dan memakan dedaunan. Sebelum Musa menyentuh daun yang dimaksud, ia sudah langsung sembuh. Dengan semangat, aipun kembali turun dan memimpin pasukannya. Pasukan! Jalan!
Namun sedetik kemudian, Musa tiba-tiba saja kembali sakit perut. Secara spontan ia langsung naik bukit dan memakan hingga lima belas daun yang menjadikan perutnya tambah sepet dan mbedhedhet. Sudah demikianpun ternyata ia tak sembuh juga.

Allah tertawa renyah, hik......hik.....hik! Musa bodohnya kamu! Musa kemudian memprotes Allah. Tadi katanya kalau sakit perut harus makan daun, saya sudah makan, bahkan sampai perut sepet kok malah nggak sembuh. Sampeyan ini Tuhan cap opo hayo?

Musa...Musa! kamu itu bisa sembuh karena izinKu semata. Daun hanyalah sarana. Untuk pertama kali kamu bisa sembuh karena kamu memohon kepadaKu. Sedangkan yang kedua? Belum kau memohon kepadaKu, langsung ngacir ae. Yo jelas nggak sembuh! Dan Aku Maha Kuasa Sa! Aku bisa menyembuhkanmu dengan daun, bisa juga dengan gulingan seribu kali, terserah Saya. Lha wong saya Tuhanmu!

Ini kesalahkaprahan kita selama ini. Setiap kejadian atau fenomena apapun selalu kita dekati dengan mendekatan logika otak kita. Ketika Musa terjebak dalam kejaran pasukan Fir’aun, Allah memerintahkannya untuk lari menuju pantai. Logika kita mengatakan, Tuhan ini bagaimana, strategi perang manapun memberikan teori bahwa dalam keadaan terdesak, sebuah pasukan harusnya lari menuju bukit atau tengah hutan untuk berlindung diri. Ini malah di suruh ke panatai, Tuhan model apa ini. Tetapi kita baru sadar ketika Tuhan memberikan perintah kedua, hai Musa pukulkanlah tongkatmu ke air laut, maka terbelah air menjadi jalan.

Otak manusia langsung menyimpulkan kalau air dipukul dengan tongkat akan terbelah. Padahal hal terbelahnya air itu hanya bisa terjadi atas titah dan perkenanan Allah, itupun ya hanya berlaku dalam momen waktu itu tok! Kalau diulang lagi yo nggak iso meneh!

Kita adalah bangsa dengan jiwa besar. Saat bertanding sepak bola dengan Oman, masak kita harus menang? Mereka itu kan negara gurun, kecil lagi! Mereka nggak punya rawon, kethoprak, getuk, midro ganyong, tiwul. Lha kok masih harus menanggung kalah dengan kita yang bangsa besar. Dimana tepo sliro kita. Ya kita harus menggembirakan mereka dengan memberikan kemenangan dong! Kalau perlu kiper kita harus ditraining untuk mempersilakan penyerang lawan memasukkan bola dengan sukses. Monggo kisanak, silakan digolkan, ampun pekewuh! Dan jika bola sudah masuk, kiper ambil lagi, diserahkan lagi, suruh golkan lagi. Edan opo?

Kita ini bangsa besar yang memilih untuk ngalah. Kita berkeyakinan bahwa ngalah berakar kata ngawloh, ngallah. Di kamus bahasa Arab mana ada bahasa ngalah? Di peradaban bangsa barat mana ada tradisi ngalah? Hanya bangsa kita yang besar yang memilikinya.

dikutil dari : http://www.facebook.com/home.php?ref=home#/note.php?note_id=52126761563&ref=nf

baca juga :